Kampar, lintasmelayu.com - PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) Trada angkat bicara terkait polemik yang beredar mengenai tuntutan pihak-pihak yang mengatasnamakan masyarakat adat Gunung Sahilan, khususnya yang disuarakan oleh Jonni Fiter Suplus.
Perusahaan menilai bahwa sejumlah klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah dan berpotensi menyesatkan opini publik.
Berdasarkan Akta Perjanjian Fee Tegakan Kayu Akasia Nomor 29 tertanggal 27 Mei 2024 yang dibuat di hadapan Notaris Ira Asiska, S.H., M.Kn., diketahui bahwa Jonni Fiter Suplus secara sepihak mengubah kedudukannya dari Ketua Koperasi Pancuran Gading menjadi perwakilan masyarakat adat seperti yang dikutip dari salah satu media online dengan judul " PT SPR Trada Tegaskan Legalitas Kemitraan dan Klarifikasi Polemik Masyarakat Adat Gunung Sahilan ".
Berdasarkan pemberitaan tersebut , Perwakilan masyarakat adat Kenegerian Gunung Sahilan, Jonni Fiter Suplus, angkat bicara terkait tudingan PT . SPR tersebut seperti yang diberitakan di beberapa media online .
Diketahui bahwasaannya saya dituding secara sepihak mengubah kedudukannya dari Ketua Koperasi Pancuran Gading menjadi perwakilan masyarakat adat, itu semua punya dasarnya serta sudah dilengkapi dokumen dokumen pendukung berdasarkan hasil rapat yang kami lakukan di Hotel Jatra serta di Kecamatan Gunung Sahilan dihadiri oleh tokoh - tokoh masyarakat, dengan dilengkapi hasil keputusan serta berita acaranya .
Artinya itu bukan keputusan pribadi saya sendiri maupun sepihak , sudah melalui mekanime musyawarah dan mufakat dengan masyarakat , intinya berita acaranya ada saya pegang , ketika saya dibenturkan dengan hukum maka saya akan tampilkan bukti tersebut bilamana perihal ini sampai ke ranah pengadilan ucapnya saat di konfirmasi wartawan melalui Whatsapp , Selasa (17/06/2025) .
"Mengapa saya berani seperti itu , karena saya mempunyai SK tahun 2013 sebagai perwakilan tokoh masyarakat adat Gunung Sahilan bahkan sampai hari ini saya masih menjabatnya ".
Mengenai pengalihan dari Koperasi Pancuran Gading ke Masyakat Gunung Sahilan, karena ini berbicara masalah adat , dimana anggota KUD pancuran gading kebanyakan anggotanya kebanyakan orang luar dan bukan asli warga sana . Sementara ini adalah hak masyarakat adat makanya saya kembalikan statusnya ke masyarakat adat Kenegerian Gunung Sahilan.
Seiring berjalannya waktu terciptalah sebuah MOU Kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam akte notaris , didalam akte notaris tersebut , dimana pihak pertama LPHD Rantau Kasih sementara Pihak Kedua saya sendiri dan PT.SPR Trada.
Pada akhirnya izin lahan seluas 800 hektar milik masyarakat Desa Rantau Kasih yang ditanamin oleh Anak perusahaan PT.RAPP memasuki masa panen, sehingga keuntungan yang didapat dibagilah ke masing masing pihak tetapi hingga kini masyarakat adat kenegerian Gunung Sahilan belum mendapatkan hak tersebut .
Dalam Mou kesepakatan yang kami tanda tangani, Masyarakat Adat Kenegerian Gunung Sahilan mendapatkan keuntungan kurang lebih 6 Miliar kalau tidak salah saya, akan tetapi yang saya ketahui hanya mendapatkan 600 juta saja selebihnya mana ? .
Anehnya LPHD Rantau Kasih memberikan uang tersebut kepada PT.SPR Trada kenapa tidak diberikan langsung kepada kami selaku mempunyai hak yang sama , dimana PT SPR dan Masyarakat Adat Kenegerian Gunung Sahilan sama sama pihak Kedua . Hingga sekarang uang 6 Miliar milik masyarakat Gunung Sahilan tidak tahu keberadaannya , diduga ada permainan disana .Ucapnya.
Dikatakan Jon , bahwa mou atau akta itu yang di bilang cacat hukum dan tak punya dasar, padahal itu ada dasar serta dokumennya terlampir .
Ironisnya saya pernah diviralkan di beberapa media dituduh menggelapkan dana SPR sebesar 5 miliar.
Lanjutnya , ia menilai MOU itu telah terjadi pelanggaran tidak sesuai kesepakatan awal, seperti laporan jumlah tonase wajib kami ketahui kenyataanya tidak pernah diberikan laporan itu pada pihak kami , bahkan diatas lahan itu sudah ditanami kembali tanpa melibatkan kami selaku pihak kedua, seharusnya duduk bersama apa langkah yang dibuat kedepannya , jelas ini tidak sesuai MOU , tegasnya.
Perlu diketahui rekan media pada tanggal 27 Mei 2025 masyarakat Adat Gunung Sahilan menghadap untuk mengadukan hal ini ke Gubernur Riau , permintaannya adalah tolong keluarkan hak kami selaku pihak Kedua sebesar kurang lebih 6 miliar tersebut, akhir nya Gubernur Riau merespon akan menindak lanjuti perihal ini untuk mempelajarinya.
Secara pribadi terkait uang 6 Miliar itu, dimana saya adalah Pihak Kedua dalam Mou itu saya ihklas tidak mendapatkan sepeserpun asalkan masyarakat adat Kenegerian Gunung Sahilan mendapatkan dan menikmati hasil pembagian lahan itu untuk kemakmuran Masyarakat adat kedepannya .
Harapannya agar dalam hal ini mohon untuk di serahkan kepada para pihak dan untuk di Gunung Sahilan di bagikan sesuai kesepakatan yg telah di buat oleh Tali Bapilin Tigo yakni pihak pemerintahan ,alim ulama dan Ninik Mamak . Ungkapnya . (Ari )
Posting Komentar