Warganya Diperintahkan Kosongkan TNTN, Kades Bagan Limau Minta Hak Kelola Kebun Satu Daur

 


PEKANBARU, lintasmelayu.com - Desa Bagan Limau, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan adalah satu dari sejumlah desa yang warganya banyak memiliki kebun kelapa sawit di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) .Desa lainnya adalah Lubuk Kembang Bungo, Air Hitam, Segati, Kesuma dan Pangkalan Gondai.


Warga desa-desa tersebut sedang dilanda kerisauan, menyusul kedatangan Satgas Penertiban Kawasan Hutan atau PKH. Langkah Satgas memulihkan kawasan hutan adalah ancaman bagi sumber ekonomi puluhan ribu warga. Sebab, ada puluhan ribu hektar kebun kelapa sawit yang sudah puluhan tahun dibuka warga. Kebun-kebun itu nantinya tak boleh lagi digarap dan dipanen.


"Saya sekarang bingung. Tak bisa bayangkan bagaimana nasib ratusan warga saya kalau benar-benar tak boleh mengelola kebun sawit yang ada di kawasan konservasi TNTN, " keluh Kepala Desa Bagan Limau, Syarifudin saat berbincang dengan riauterkini. com lewat sabungan telephon, Kamis (12/6/2025).


Menurut Syarifudin, sampai sekarang belum ada kejelasan instruksi Satgas PKH kepada masyarakat. Petugas yang datang selalu memberi penjelasan berbeda. Sementara plang larangan beraktifitas sudah dipasang di Desa Lubuk Kembang Bunga. Kesimpang-siuran ini sangat meresahkan masyarakat.


Diakui Syarifudin bahwa sosialisasi larangan merambah kawasan TNTN selalu dilakukan. Pihak desa bersama Balai TNTN rutin menyampaikan larangan, namun masyarakat mengabaikan. Hanya saja, meskipun masyarakat salah dalam hal ini, namun Syarifudin berharap penertiban tidak dilakukan tanpa solusi bagi masyarakat.


"Kami semua mendukung paru-paru dunia harus dijaga, tapi jangan sampai hajat hidup masyarakat diabaikan. Negara harus arif dan bijaksana. Ada puluhan ribu masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dan hidup keluarganya dari kebun sawit di TNTN," tuturnya.


Syarifudin memastikan warga desanya paling sedikit membuka kebun sawit di TNTN. Tercatat ada 850 warga baik Bagan Limau maupun luar desa Bagan Limau dengan luas kebun sekitar 1739 hektar yang teridentifikasi. Kebun yang dibuka warga tersebut juga bukan sebagai perambah karena awalnya lahan tersebut di buka oleh PT Indopramesti yang mengambil kayu alam dan di tahun 2002 digarap masyarakat dan garapan tersebut sudah didata sesuai Undang undang Cipta Kerja ( UUCK ). Serta sudah dilaporkan ke Balai TNTN, sesuai ketentuan Undang-undang Cipta Kerja, namun hanya sekitar 200 hektar yang sudah diferivikasi dan hasilnya sampai saat ini belum jelas.


Saat ditanya mengenai informasi adanya Surat Keterangan Tanah atau SKT yang dikeluarkan desa, Syarifudin memastikan tidak ada SKT dalam kawasan Konservasi yang dikeluarkan desa hanya Surat Keterangan Desa (SKD) .


"Kalau SKD gunanya untuk mengidentifikasi kebun-kebun masyarakat agar tidak terjadi persengketaan antara penggarap yang satu dan lainnya serta dapat mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti salah satu contohnya kebakaran, Dengan adanya surat keterangan desa tersebut maka kami dari pihak Pemerintah desa dapat mengidentifikasi kalau terjadi kebakaran itu garapan siapa dan siapa yang harus bertanggung jawab Apabila terjadi kebakaran di lahan tersebut dan juga untuk surat keterangan Desa ini yang kami terbitkan juga tidak serta-merta semua Kebun Dalam kawasan bisa kami terbitkan melainkan garapan yang sudah memiliki hasil produksi atau sudah ada tanamanya minimal 5 tahun berturut-turut dikuasainya, Fungsinya lebih pas pendataan. Kalau tak didata, kalau terjadi kebakaran lahan, masak Kades tak tau siapa pengelolaan lahan, " tukasnya.


Karena itu, Syarifudin sangat mengharapkan keadilan dan kebijaksanaan pemerintah dalam mengupayakan pemulihan kawasan hutan di TNTN. Solusi terbaiknya, menurutnya adalah masyarakat diberi kesempatan mengelola kebun untuk satu kali masa daur. Waktunya bisa 15 tahun atau masyarakat ataupun warga diberi kesempatan di sela-selanya untuk melakukan kegiatan penanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi agar tanaman sawitnya dapat dimusnahkan ke depannya, Selama masa daur, sambil mengelola kebun sawit, warga mulai menanam bibit tanaman kehidupan agar mata pencarian masyarakat kami tidak terputus seketika.


"Dengan demikian masyarakat punya waktu menyiapkan usaha pengganti. Sumber ekonomi tak langsung ditutup, " tegasnya.


Sebagai wujud perlindungan pada masyarakat yang memiliki kebun di bawah 5 hektar apabila tidak ada perlakuan khusus dengan memberi kesempatan mereka untuk berbenah, Syarifudin mengaku siap pasang badan. Mrmimpin di garis terdepan untuk memperjuangkan solusi terbaik bagi masyarakat. 


(RTC/Adel)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama