![]() |
| Anggota Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru, Zulkardi |
PEKANBARU, Lintasmelayu.com – Anggota Komisi IV DPRD Kota Pekanbaru, Zulkardi, melontarkan kritik keras terhadap proses ganti rugi lahan proyek Jalan Tol Pekanbaru–Rengat. Ia menilai penetapan nilai ganti rugi lahan tersebut sarat kejanggalan dan diduga kuat mengandung unsur permainan.
Sorotan tajam itu disampaikan Zulkardi menyusul banyaknya pengaduan dari warga terdampak yang mengeluhkan ketidakadilan dalam penentuan nilai ganti rugi. Mulai dari perbedaan harga yang mencolok hingga inkonsistensi penetapan status lahan yang dinilai tidak masuk akal.
“Kami menerima langsung pengaduan warga. Ini bukan soal menolak pembangunan, tetapi ada indikasi kuat permainan dalam penentuan ganti rugi. Hal seperti ini harus dibuka secara terang-benderang,” ujar Zulkardi, Rabu (17/12/2025).
Ia mengungkapkan, sedikitnya 15 warga terdampak telah datang langsung mengadu ke DPRD Kota Pekanbaru. Mereka terdiri dari pemilik lahan maupun warga yang menumpang tinggal di atas lahan tersebut.
“Kalau satu bidang tanah dihuni oleh banyak warga, tentu dampaknya bukan satu atau dua orang saja. Ini menyangkut puluhan jiwa,” jelasnya.
Zulkardi juga menyoroti adanya klaim sepihak yang menyebut sebagian lahan terdampak merupakan Barang Milik Negara (BMN). Menurutnya, klaim tersebut tidak konsisten dengan fakta di lapangan dan justru menimbulkan tanda tanya besar.
“Ada tanah milik Linda Wati yang pada tahun 2013 pernah dilakukan ganti rugi untuk pelebaran jalan. Lokusnya sama, tempatnya sama. Kalau memang BMN, mengapa dulu diganti rugi, tetapi sekarang di lokasi yang sama, hanya berbeda tahun, justru tidak bisa,” tegasnya.
Ia menduga persoalan ganti rugi lahan ini melibatkan banyak institusi. Menurut Zulkardi, simpul masalah tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan satu sama lain.
“Kami melihat ada keterkaitan persoalan antara PPK Tol, BPN, Dinas Pertanahan Kota Pekanbaru, hingga PUPR. Ini bukan tuduhan, tetapi fakta-fakta di lapangan menunjukkan ada yang tidak beres,” ungkapnya.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah yang dialami Junaidi, warga terdampak yang mengajukan keberatan hukum melalui dokumen resmi yang disampaikan ke DPRD Kota Pekanbaru. Dalam dokumen tersebut, Junaidi menggugat Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Firman Azis dan Rekan serta Kementerian PUPR karena nilai ganti rugi yang dinilai tidak adil.
Lahan milik Junaidi seluas 3.672,5 meter persegi hanya dinilai sebesar 1.998 meter persegi dengan harga Rp140 ribu per meter. Padahal, lahan sepadan di sebelah timur atas nama Darnis L dihargai Rp230 ribu per meter, meskipun berada dalam satu hamparan yang sama.
“Selisih Rp90 ribu per meter itu bukan angka kecil. Kalau tanahnya satu hamparan, apa dasar pembedaannya. Inilah yang kami anggap janggal,” katanya.
Tak hanya itu, sisa lahan Junaidi seluas 1.674,5 meter persegi bahkan disebut belum pernah dinilai sama sekali.
“Ini bukan sekadar salah hitung. Ini kelalaian serius atau bahkan bisa mengarah pada kesengajaan,” tambahnya.
Politisi PDI Perjuangan tersebut menegaskan DPRD Kota Pekanbaru tidak akan tinggal diam. Ia mendorong agar segera digelar pertemuan terbuka dengan menghadirkan seluruh pihak terkait, termasuk BPN dan BPKP wilayah, guna mengurai persoalan pengadaan tanah proyek strategis nasional tersebut.
“Kami ingin semua pihak duduk satu meja. Jangan rakyat kecil terus disuruh patuh, sementara prosesnya sendiri tidak transparan,” ujarnya.
Ia juga mengimbau masyarakat yang merasa dirugikan agar tidak takut menyampaikan keluhan kepada DPRD Kota Pekanbaru. Menurutnya, pembangunan infrastruktur harus berjalan seiring dengan keadilan bagi masyarakat terdampak.
“Kami mendukung percepatan pembangunan, apalagi ini Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun, dukungan tersebut tidak boleh mengabaikan hak-hak masyarakat yang menjadi korban dari proyek PSN itu sendiri,” pungkasnya.
(Red/Adel)

Posting Komentar