PEKANBARU, lintasmelayu.com -Pemerintah Provinsi Riau, di bawah kepemimpinan Gubernur Abdul Wahid dan Wakil Gubernur SF Hariyanto, menegaskan komitmennya dalam memperluas akses pendidikan dan menekan angka putus sekolah. Di tengah tuntutan masyarakat atas pemerataan layanan dasar, pendidikan digarisbawahi sebagai prioritas strategis.
Melalui program Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA), Pemprov Riau memberikan dukungan pendanaan kepada siswa tingkat SMA/SMK dan SLB, baik negeri maupun swasta. Program ini juga menjangkau siswa dari keluarga tidak mampu yang terpaksa bersekolah di sekolah swasta karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
“Tahun ajaran 2024/2025, BOSDA afirmasi diberikan kepada 842 siswa di enam kabupaten/kota. Pada PPDB 2025, alokasinya ditingkatkan menjadi 3.150 siswa di 12 kabupaten/kota,” ujar Gubri, Minggu (1/6/2025).
Selain BOSDA, pemerintah juga menyalurkan bantuan operasional untuk 373 Madrasah Aliyah (MA) swasta di seluruh kabupaten/kota guna mendukung pendidikan keagamaan.
Langkah nyata lainnya adalah program pemberian seragam gratis bagi siswa baru kelas X di tingkat SMA, SMK, dan SLB—baik negeri maupun swasta—yang akan diterapkan pada tahun ajaran 2025. Alokasi ini menyasar 110.000 siswa di 12 kabupaten/kota.
Namun, yang menjadi sorotan penting adalah upaya Pemprov dalam mencegah anak putus sekolah melalui inisiasi Sekolah Rakyat, yang menyasar kelompok paling rentan: siswa dari keluarga tak mampu yang tak tertampung di sistem pendidikan formal.
Tahap pertama pengembangan Sekolah Rakyat dimulai 2025 dengan memanfaatkan Gedung Asrama Haji Provinsi Riau. Berdasarkan survei Satker Prasarana Strategis BPPW Riau pada 9 Mei 2025, fasilitas tersebut dinilai layak menampung dua kelas untuk 50 siswa jenjang SMA.
“Tahap dua akan dilanjutkan dengan pembangunan Sekolah Rakyat permanen di kawasan Pasir Putih,” ungkap Gubri.
Meski langkah-langkah ini patut diapresiasi, pengamat pendidikan mengingatkan pentingnya transparansi, kualitas implementasi, serta pengawasan dana pendidikan. Pemerataan bukan sekadar distribusi seragam atau angka penerima bantuan, tetapi menyentuh substansi: mutu pengajaran, keadilan akses, dan kesinambungan program.
Masyarakat kini menunggu, apakah komitmen ini akan berjalan sesuai harapan, atau sekadar menjadi deretan angka dalam laporan kinerja tahunan.
(Goriau/Adel)
Posting Komentar